Terbitnya beleid itu membawa berkah bagi perusahaan asuransi umum. Pasalnya, beleid itu mewajibkan tanggung jawab atas ganti rugi delay diasuransikan kepada satu atau gabungan beberapa perusahaan asuransi nasional.
Klaim asuransi tanggung jawab angkutan udara dapat dilakukan dengan menggunakan jasa keperantaraan perusahaan pialang asuransi.
Tak ingin menyia-nyiakan peluang, perusahaan asuransi kini mulai bergerilya mendekati beberapa perusahaan penerbangan. PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo), misalnya, saat ini sangat agresif dalam menawarkan kerja sama asuransi delay dengan maskapai. "Sudah kami kirimkan tawaran kerjasama ke beberapa maskapai, tapi belum ada jawaban," kata Direktur Ritel PT Jasindo, Soeranto, Rabu (28/12/2011).
Soeranto mengaku tertarik menggarap asuransi delay karena peluang pasarnya sangat besar. Menurutnya, bisa bekerjasama dengan salah satu maskapai saja, potensi perolehan preminya sangat besar.
Ia mencontohkan, dengan harga premi sebesar Rp 15.000 per penumpang, maka potensi perolehan premi dalam setahun akan mencapai Rp 15 miliar. "Itu dengan asumsi satu maskapai bisa mengangkut 1 juta orang per tahun," jelas Soeranto.
Direktur Ritel PT Citra Insurance Underwritter Bino Sulaksono mengakui potensi asuransi delay sangat besar. Sebelum ada asuransi delay, perusahaan asuransi sudah mengangtongi premi cukup besar dari penjualan produk asuransi perjalanan dengan pesawat. Produk tersebut menanggung jiwa penumpang dan barang.
khusus untuk asuransi delay nantinya akan menanggung keterlambatan pesawat. Alhasil, pendapatan asuransi delay ini bakal mengerek perolehan premi dari produk asuransi perjalanan dengan pesawat.
Menurut Bino, dari asuransi perjalanan itu saja, perusahaannya berhasil mengumpulkan premi sebesar Rp 5 miliar per November 2011. Selain bekerja dengan maskapai, premi sebesar itu didapat juga dari kerjasama dengan biro perjalanan wisata. "Komposisinya, 60% dari agen perjalanan dan 40% dari maskapai," jelas Bimo. (Feri Kristiant/Kontan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar